0 Meraup Dollar AS dari Kulit Kerang
Oleh Siwi Yunita C
Di tangan Nur Handiah Jaime Taguba, kulit kerang simping atau capiz shell tak lagi hanya sampah. Dengan kreativitasnya, kulit kerang yang bertebaran di pantai Cirebon, Jawa Barat, itu menjadi berbagai perkakas bernilai dollar AS. Pemilik Perusahaan Multi Dimensi Shell Craft ini yang mampu membawa kulit kerang pantura menembus dunia.
Pasar kerajinan kulit kerang di Eropa dan Amerika Serikat yang sebelumnya hanya dikuasi Filipina telah ia jajaki. Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, Jerman, Polandia, Bulgaria, Rusia, dan Amerika Serikat menjadi negara-negara tujuan ekspornya selama ini.
Setiap bulannya perusahaan yang ia pimpin bisa mengirim sekitar dua kontainer kerajinan ke pasar internasional. Sebuah volume ekspor yang tidak kecil bagi pengusaha yang memulai usaha dari nol ini.
Kesuksesan Nur itu berawal dari kejeliannya melihat peluang. Awalnya perempuan kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, sekitar 49 tahun yang lalu itu memanfaatkan tumpukan kulit kerang untuk diekspor ke Filipina pada tahun 2000.
Kebetulan ibu dari lima anak ini mempunyai relasi dengan para perajin kulit kerang di tanah kelahiran suaminya, Jaime Taguba, di Filipina.
”Awalnya hanya menyuplai bahan baku saja. Kebetulan pembuatan kerajinannya ada di Filipina. Jadi, kami memasok bahan bakunya,” kata Nur di bengkel kerjanya, April 2010.
Meski sudah mampu mengurangi sampah pantai dan ikut terlibat dalam menghidupi warga sekitar, termasuk nelayan, Nur tidak ingin berhenti di titik itu.
Menurutnya kerang yang ia kirimkan seharusnya bisa lebih berharga lagi jika ada nilai tambahnya. Akhirnya ia mulai menjual bahan baku dengan kondisi lebih baik lagi, yakni yang sudah dibersihkan. Dari hasil jual kulit kerang bersih itu, ia bisa mendapatkan hasil yang lebih dan bisa mempekerjakan lebih banyak orang.
Dalam perkembangannya, Nur pun berinisiatif menggeluti industri kerajinan sendiri. Dibantu sang suami, Nur mengawali kreativitasnya dalam mengolah kulit kerang menjadi kap lampu di bengkel kerjanya di Astapada, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.
Mulanya hanya jenis lampu gantung, lalu berkembang menjadi berbagai macam produk lain dengan model dan ukuran. Lampu duduk, misalnya, ada yang model berdiri serta ditempel di dinding. Kesemuanya menggunakan bahan kulit kerang, terutama kerang simping yang diperolehnya dari para nelayan di pantura.
Dari sekadar lampu itu, hasil karyanya berkembang lagi menjadi furnitur. Meja rias dengan berbagai bentuk yang unik dan glamor, meja tamu, hingga kursi santai. Inovasinya terus mengalir hingga kemudian muncul dinding berornamen kerang hingga lantai keramik dari kerang. Perhiasan mulai dari gelang, kalung, hingga anting pun tak luput dari bidikannya.
Bahannya pun tak lagi hanya dari kerang simping, tetapi juga dari kerang dara atau kerang lain yang selama ini juga hanya menjadi sampah dan terbuang begitu saja di tepi pantai. Sesuatu yang diyakini juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, negara dengan lebih dari 17.000 pulau ini.
Dengan sentuhan seni dan kreativitas, sampah kulit kerang yang awalnya tak berharga itu kini berubah menjadi perkakas cantik dan glamor yang digemari masyarakat, terutama di Eropa.
Tujuh ruang pamernya di Cirebon, Bali, dan Jakarta kini penuh dengan berbagai macam hasil karya kerangnya. Bahkan, bisa dikatakan hanya menggambarkan sedikit dari karya yang telah ia buat.
Usahanya juga telah mengangkat perekonomian warga di sekitarnya. Jumlah karyawan di bengkel kerjanya kini tidak hanya 60 orang seperti saat ia memulai karier sebagai pengekspor kulit kerang, tetapi berkembang menjadi 500 orang. Mereka rata-rata adalah kaum perempuan dan ibu-ibu di sekitar pusat kerajinannya, yang awalnya tidak bekerja. Kini perekonomian keluarga mereka terbantu.
Kuncinya di kreativitas
Kreativitas selama ini memang menjadi kunci yang selalu dipegang Nur Handiah. Selama ini saingan berat bisnisnya adalah para perajin dari Filipina yang telah lebih dulu terjun dalam industri kulit kerang.
Nur memang sempat menyewa desain khusus. Namun, ia akhirnya lebih memilih belajar mendesain sendiri karena selama ini desainnya ternyata juga bisa diterima di pasaran internasional.
Bukan hal yang mudah menciptakan barang yang laku di pasaran. Demi sebuah ide, Nur harus meluangkan waktu untuk belajar, membuka wawasan, membaca berbagai rubrik desain, dan menyempatkan diri untuk berkontemplasi, bahkan survei.
Promosinya dalam mengenalkan kerajinan kulit kerangnya juga tak terbatas di dalam ruang pamer. Ketika harus bertemu dengan orang lain, perempuan yang selalu berpenampilan rapi ini mengenakan berbagai pernak-pernik dari kulit kerang, mulai dari aksesori hingga tas tangan. Semuanya agar langsung diketahui orang lain. Bahkan, rumahnya pun berhias kulit kerang.
Ia juga memutar otak untuk bisa membuat barangnya tetap terjangkau di pasaran. Dengan trik desain tertentu, sebuah sofa berhiaskan kulit kerang bisa berharga lebih murah dibandingkan dengan sofa yang dibuat oleh perajin dari Filipina. Dengan berbagai jalan itulah ia mampu bersaing dengan perajin luar negeri lain meski baru saja memulai bisnis sepuluh tahun lalu.
Nur mengakui, bisnisnya memang sempat surut ketika dunia digoyang krisis ekonomi akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Meski demikian, pasarnya tidak mati.
Permintaan dari Amerika Serikat memang berkurang, tetapi Eropa tetap memberikan tempat bagi kerajinannya. Kini pasar kerajinannya di Amerika Serikat berangsur-angsur pulih.
Di dalam negeri sendiri, kerajinan kulit kerang belum banyak ditiru oleh perajin lain. Padahal, bahan baku sangat mudah didapati. Nur tidak pernah kesulitan mendapatkan 60 ton kulit kerang setiap bulan untuk bahan bakunya. ”Mungkin orang mengira ini kerajinan dari sampah sehingga kurang menarik, mungkin juga karena keuntungannya kecil,” katanya merendah.
Meski demikian, Nur mengaku tetap setia pada kulit kerang. Menurutnya, yang penting bukan dari mana bahannya, tetapi jadi apa hasilnya. Bagi Nur, sampah bisa menjadi apa saja tergantung dari cara merawatnya. Jika dibuang tetap, akan menjadi sampah. Namun, jika dirawat, bisa lebih berguna, misalnya kulit kerang bisa dinilai dalam dollar AS seperti apa yang telah ia lakukan. (Kompas.com)
Di tangan Nur Handiah Jaime Taguba, kulit kerang simping atau capiz shell tak lagi hanya sampah. Dengan kreativitasnya, kulit kerang yang bertebaran di pantai Cirebon, Jawa Barat, itu menjadi berbagai perkakas bernilai dollar AS. Pemilik Perusahaan Multi Dimensi Shell Craft ini yang mampu membawa kulit kerang pantura menembus dunia.
Pasar kerajinan kulit kerang di Eropa dan Amerika Serikat yang sebelumnya hanya dikuasi Filipina telah ia jajaki. Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, Jerman, Polandia, Bulgaria, Rusia, dan Amerika Serikat menjadi negara-negara tujuan ekspornya selama ini.
Setiap bulannya perusahaan yang ia pimpin bisa mengirim sekitar dua kontainer kerajinan ke pasar internasional. Sebuah volume ekspor yang tidak kecil bagi pengusaha yang memulai usaha dari nol ini.
Kesuksesan Nur itu berawal dari kejeliannya melihat peluang. Awalnya perempuan kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, sekitar 49 tahun yang lalu itu memanfaatkan tumpukan kulit kerang untuk diekspor ke Filipina pada tahun 2000.
Kebetulan ibu dari lima anak ini mempunyai relasi dengan para perajin kulit kerang di tanah kelahiran suaminya, Jaime Taguba, di Filipina.
”Awalnya hanya menyuplai bahan baku saja. Kebetulan pembuatan kerajinannya ada di Filipina. Jadi, kami memasok bahan bakunya,” kata Nur di bengkel kerjanya, April 2010.
Meski sudah mampu mengurangi sampah pantai dan ikut terlibat dalam menghidupi warga sekitar, termasuk nelayan, Nur tidak ingin berhenti di titik itu.
Menurutnya kerang yang ia kirimkan seharusnya bisa lebih berharga lagi jika ada nilai tambahnya. Akhirnya ia mulai menjual bahan baku dengan kondisi lebih baik lagi, yakni yang sudah dibersihkan. Dari hasil jual kulit kerang bersih itu, ia bisa mendapatkan hasil yang lebih dan bisa mempekerjakan lebih banyak orang.
Dalam perkembangannya, Nur pun berinisiatif menggeluti industri kerajinan sendiri. Dibantu sang suami, Nur mengawali kreativitasnya dalam mengolah kulit kerang menjadi kap lampu di bengkel kerjanya di Astapada, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.
Mulanya hanya jenis lampu gantung, lalu berkembang menjadi berbagai macam produk lain dengan model dan ukuran. Lampu duduk, misalnya, ada yang model berdiri serta ditempel di dinding. Kesemuanya menggunakan bahan kulit kerang, terutama kerang simping yang diperolehnya dari para nelayan di pantura.
Dari sekadar lampu itu, hasil karyanya berkembang lagi menjadi furnitur. Meja rias dengan berbagai bentuk yang unik dan glamor, meja tamu, hingga kursi santai. Inovasinya terus mengalir hingga kemudian muncul dinding berornamen kerang hingga lantai keramik dari kerang. Perhiasan mulai dari gelang, kalung, hingga anting pun tak luput dari bidikannya.
Bahannya pun tak lagi hanya dari kerang simping, tetapi juga dari kerang dara atau kerang lain yang selama ini juga hanya menjadi sampah dan terbuang begitu saja di tepi pantai. Sesuatu yang diyakini juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, negara dengan lebih dari 17.000 pulau ini.
Dengan sentuhan seni dan kreativitas, sampah kulit kerang yang awalnya tak berharga itu kini berubah menjadi perkakas cantik dan glamor yang digemari masyarakat, terutama di Eropa.
Tujuh ruang pamernya di Cirebon, Bali, dan Jakarta kini penuh dengan berbagai macam hasil karya kerangnya. Bahkan, bisa dikatakan hanya menggambarkan sedikit dari karya yang telah ia buat.
Usahanya juga telah mengangkat perekonomian warga di sekitarnya. Jumlah karyawan di bengkel kerjanya kini tidak hanya 60 orang seperti saat ia memulai karier sebagai pengekspor kulit kerang, tetapi berkembang menjadi 500 orang. Mereka rata-rata adalah kaum perempuan dan ibu-ibu di sekitar pusat kerajinannya, yang awalnya tidak bekerja. Kini perekonomian keluarga mereka terbantu.
Kuncinya di kreativitas
Kreativitas selama ini memang menjadi kunci yang selalu dipegang Nur Handiah. Selama ini saingan berat bisnisnya adalah para perajin dari Filipina yang telah lebih dulu terjun dalam industri kulit kerang.
Nur memang sempat menyewa desain khusus. Namun, ia akhirnya lebih memilih belajar mendesain sendiri karena selama ini desainnya ternyata juga bisa diterima di pasaran internasional.
Bukan hal yang mudah menciptakan barang yang laku di pasaran. Demi sebuah ide, Nur harus meluangkan waktu untuk belajar, membuka wawasan, membaca berbagai rubrik desain, dan menyempatkan diri untuk berkontemplasi, bahkan survei.
Promosinya dalam mengenalkan kerajinan kulit kerangnya juga tak terbatas di dalam ruang pamer. Ketika harus bertemu dengan orang lain, perempuan yang selalu berpenampilan rapi ini mengenakan berbagai pernak-pernik dari kulit kerang, mulai dari aksesori hingga tas tangan. Semuanya agar langsung diketahui orang lain. Bahkan, rumahnya pun berhias kulit kerang.
Ia juga memutar otak untuk bisa membuat barangnya tetap terjangkau di pasaran. Dengan trik desain tertentu, sebuah sofa berhiaskan kulit kerang bisa berharga lebih murah dibandingkan dengan sofa yang dibuat oleh perajin dari Filipina. Dengan berbagai jalan itulah ia mampu bersaing dengan perajin luar negeri lain meski baru saja memulai bisnis sepuluh tahun lalu.
Nur mengakui, bisnisnya memang sempat surut ketika dunia digoyang krisis ekonomi akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Meski demikian, pasarnya tidak mati.
Permintaan dari Amerika Serikat memang berkurang, tetapi Eropa tetap memberikan tempat bagi kerajinannya. Kini pasar kerajinannya di Amerika Serikat berangsur-angsur pulih.
Di dalam negeri sendiri, kerajinan kulit kerang belum banyak ditiru oleh perajin lain. Padahal, bahan baku sangat mudah didapati. Nur tidak pernah kesulitan mendapatkan 60 ton kulit kerang setiap bulan untuk bahan bakunya. ”Mungkin orang mengira ini kerajinan dari sampah sehingga kurang menarik, mungkin juga karena keuntungannya kecil,” katanya merendah.
Meski demikian, Nur mengaku tetap setia pada kulit kerang. Menurutnya, yang penting bukan dari mana bahannya, tetapi jadi apa hasilnya. Bagi Nur, sampah bisa menjadi apa saja tergantung dari cara merawatnya. Jika dibuang tetap, akan menjadi sampah. Namun, jika dirawat, bisa lebih berguna, misalnya kulit kerang bisa dinilai dalam dollar AS seperti apa yang telah ia lakukan. (Kompas.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar